Program Pemberantasan Buta Huruf (PBH) yang dicanangkan pada tanggal 14 Maret 1948 oleh Presiden Sukarno ternyata belum membuat Indonesia bebas dari buta huruf. Hal itu dibuktikan dengan angka buta huruf di Indonesia pada tahun 2011 yang masih mencapai 8,3 juta jiwa atau 4,79 persen dari total penduduk Indonesia yang berusia 15-45 tahun. Data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak pada tahun yang sama juga melaporkan bahwa masih ada 11,7 Juta anak Indonesia yang tidak pernah tersentuh pendidikan dasar, sehingga menyebabkan minat baca anak Indonesia sangat rendah.
Pada 2012 UNESCO mencatat indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya dalam setiap 1.000 orang hanya ada satu orang yang mempunyai minat baca. UNDP juga merilis angka melek huruf orang dewasa Indonesia hanya 65,5 persen, sedangkan Malaysia sudah mencapai 86,4 persen.
Hasil survei yang dilakukan oleh International Education Achievement (IEA) pada awal tahun 2000 menunjukkan bahwa kualitas membaca anak Indonesia menduduki urutan ke 29 dari 31 negara yang diteliti di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. Tidaklah mengherankan bila Indeks kualitas sumber daya manusia (Human Development Index/HDI) di Indonesia juga rendah. Hal ini sesuai dengan survei yang dilakukan oleh UNDP pada tahun 2005 bahwa HDI Indonesia menempati peringkat 117 dari 175 negara.
Ditilik dari sisi kuantitas Indonesia memang telah menunjukkan trend yang positif, namun tidak secara kualitas. Mengapa? Karena belum dapat berkontribusi secara maksimal dalam meningkatkan minat baca anak Indonesia. Hal itu disebabkan oleh pemahaman bangsa Indonesia tentang bisa membaca yang sebagai sebuah kewajiban bukan kebutuhan untuk menggali Ilmu dan Pengetahuan. Sebenarnya apakah definisi membaca itu?
Membaca merupakan sebuah ketrampilan (reading skill) dan bagian dari komponen keterampilan berbahasa yang meliputi keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), serta keterampilan menulis (writing skills). Perannya tidak boleh dianggap remeh, karena kemampuan membaca yang berasal dari dalam diri sendiri menjadi syarat utama untuk menguasai keterampilan berbahasa secara menyeluruh, sehingga timbullah minat!
Kunci untuk meningkatkan minat baca adalah penanaman karakter pembelajar mandiri sepanjang hayat pada anak sejak usia dini. Hal itu bertujuan agar anak selalu ingin belajar untuk menambah wawasan dan pengetahuan secara formal dan informal serta teori maupun praktik. Diperlukan juga metode belajar yang kreatif dan mencerahkan anak. Namun sistem pendidikan di negeri ini justru menjauhkan anak dari karakter positif ini. Pendidikan seharusnya hadir dan dekat di setiap elemen masyarakat. Gemar membaca sebaiknya juga dijadikan gerakan nasional yang dilakukan secara berkesinambungan.(Indra/Nikk)
sumber : bimba-aiueo.com
Perayaan hari buku nasional gak bisa dilepaskan dari minat baca. Banyak cara dilakukan untuk meningkatkan minat baca, seperti yang dilakukan oleh best western kemayoran yang membagi-bagikan buku gratis.
BalasHapusterima kasih telah mengunjungi blog kami
Hapus